Diterbitkan pada: 26/06/2025
Bandung, Kemendikdasmen — Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menegaskan pentingnya kolaborasi menyeluruh lintas pemerintah pusat dan daerah guna mempercepat peningkatan mutu pendidikan, khususnya di Provinsi Jawa Barat. Hal ini menjadi pokok bahasan utama dalam Rapat Koordinasi Penjaminan Mutu Pendidikan dan Pendampingan Penyusunan Dokumen Perencanaan Jangka Menengah yang digelar oleh Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Barat di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (24/6). Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, dalam sambutannya menyebut Jawa Barat sebagai provinsi strategis dalam pembangunan pendidikan nasional. “Kami ingin Jawa Barat tidak hanya menjadi kantong suara terbesar secara elektoral, tetapi juga menjadi penyumbang terbesar sumber daya manusia unggul bagi Indonesia,” tegas Fajar. Ia menyoroti tantangan serius di Jawa Barat, mulai dari disparitas capaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) antarwilayah, rendahnya tingkat kelulusan SMA/SMK (hanya 61%), hingga angka anak tidak sekolah (ATS) yang masih tinggi. “Anggaran revitalisasi sekolah sebesar Rp16,9 triliun, dengan alokasi Rp1,5 triliun untuk Jawa Barat, adalah bentuk komitmen pemerintah pusat untuk memperbaiki kondisi ini,” tambahnya. Fajar juga mengingatkan pentingnya menjadikan pembelajaran mendalam sebagai strategi utama transformasi pendidikan. “Kita tidak ingin anak-anak hanya pintar menghafal. Di era kecerdasan buatan seperti sekarang, hafalan tidak cukup. Pendidikan harus memanusiakan manusia,” ujarnya sambil menyinggung kebutuhan akan penguatan literasi, numerasi, dan nilai-nilai kemanusiaan sejak dini. Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Sesditjen PAUD Dikdasmen), Eko Susanto, menjelaskan bahwa kementerian telah menyiapkan grand design penjaminan mutu yang akan diimplementasikan secara nasional, termasuk di Jawa Barat. “Ada 63.000 satuan pendidikan di provinsi ini, 50 persennya PAUD. Tapi angka anak tidak melanjutkan sekolah lebih dari 1 juta. Ini angka yang perlu intervensi bersama,” jelasnya. Eko menekankan perlunya sinkronisasi data dan strategi antara pusat dan daerah. “Terkadang kita hanya punya data ATS, tapi tidak tahu anak-anak itu ada di mana. Sulit untuk menyusun strategi tanpa pemetaan konkret,” katanya. Ia juga menyinggung potensi pemanfaatan dana BOS sebesar Rp52 triliun yang dikelola langsung oleh sekolah. “Kami hanya memberi rambu. Tapi pemanfaatannya perlu diarahkan agar benar-benar berdampak pada peningkatan mutu,” tegasnya. Sementara itu, Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Barat, Komalasari, menegaskan bahwa tahun 2025 menjadi momentum strategis karena untuk pertama kalinya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana Kerja (Renja) disusun secara serentak di seluruh provinsi dan kabupaten/kota. “Kegiatan ini bertujuan memastikan bahwa dokumen perencanaan pendidikan yang disusun oleh Pemda memiliki kualitas tinggi, terukur, terarah, dan selaras dengan kebijakan nasional dan kebutuhan lokal,” jelas Komalasari. Ia mengingatkan bahwa capaian Rapor Pendidikan 2024 menunjukkan masih besarnya kesenjangan antarwilayah dalam hasil belajar dan kesetaraan akses. “Melalui rakor ini, kami ingin memastikan 100% pemda menyusun Renstra dan RPJMD yang berbasis pada capaian rapor pendidikan dan prinsip akuntabilitas serta result-based planning,” tegasnya. Selanjutnya, Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Deden Saepul Hidayat, menyampaikan bahwa peningkatan akses pendidikan menjadi salah satu prioritas utama dalam RPJMD 2025–2029. “Kami terus berupaya menekan angka anak tidak sekolah dan memperkecil peluang anak tidak melanjutkan. Tapi kami butuh dukungan penuh dari Kementerian,” ujar perwakilan tersebut. Ia juga menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi telah memulai beberapa terobosan, termasuk koordinasi dengan Gubernur Jawa Barat dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. “Jumlah penduduk kami hampir 50 juta, tapi ATS-nya tertinggi. Ini PR besar. Maka RPJMD kami akan memprioritaskan peningkatan aksesibilitas dan partisipasi pendidikan,” tambahnya. Pada kesempatan tersebut, Wamen Fajar juga menyoroti tantangan baru pendidikan yang tidak kalah penting, yaitu kesehatan mental dan dampak negatif kecanduan gawai di kalangan anak-anak. “Saya punya anak SD. Ketika ayah ibunya sibuk, anak bisa kehilangan pendampingan. Akhirnya lari ke HP. Sekarang anak satu tahun saja sudah pegang TikTok,” ujarnya prihatin. Ia menyebut fenomena fatherless, keterbatasan waktu guru, dan ketergantungan terhadap kecerdasan buatan sebagai tantangan serius. “Kita sedang menghadapi generasi yang lebih nyaman curhat dengan Telegram daripada bicara dengan guru atau orang tua. Maka peran guru Bimbingan Konseling menjadi sangat penting,” kata Fajar. Sebagai solusi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah meluncurkan pelatihan keterampilan konseling untuk guru SD dan mencanangkan rekrutmen besar-besaran guru Bimbingan Konseling di jenjang SMP–SMA/SMK. “Proses pendampingan anak tidak bisa hanya diserahkan ke sekolah. Perlu ekosistem terintegrasi antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan media. Ini yang kami sebut partisipasi semesta,” imbuhnya. Menghadapi berbagai hambatan regulasi, Wamen Fajar menyampaikan istilah “jihad regulasi” sebagai pendekatan kementerian dalam menghasilkan kebijakan progresif tanpa melanggar aturan. Salah satu contohnya adalah terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) No. 1 Tahun 2025 yang mengizinkan guru Aparatur Sipil Negara (ASN) mengajar di sekolah swasta. “Sebelumnya itu dilarang. Tapi kita cari celah hukum agar sekolah swasta tidak kehilangan guru terbaiknya,” jelas Fajar. Ia juga menyebut langkah kementerian dalam mendorong transfer langsung tunjangan profesi guru dari pusat ke rekening guru sebagai bentuk perbaikan layanan. “Dulu sering muncul keluhan, dana tunjangan belum turun. Ternyata uangnya sudah ditransfer ke daerah dua bulan sebelumnya. Maka sekarang kita dorong sistem transfer langsung agar guru tidak dirugikan,” pungkasnya. Rapat Koordinasi ini menjadi bukti komitmen bersama antara Kemendikdasmen dan Pemerintah Daerah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, merata, dan responsif terhadap tantangan zaman. “Kami tidak bicara perubahan kurikulum semata. Tapi menyentuh hal-hal mendasar, dari tata kelola guru, pembelajaran mendalam, sampai kesehatan mental anak,” kata Wamen Fajar menutup sambutannya. Dengan kegiatan ini, diharapkan seluruh jajaran pendidikan di Jawa Barat kembali ke daerah masing-masing dengan semangat baru untuk memperkuat pelayanan pendidikan yang lebih bermutu dan berkelanjutan.