Diterbitkan pada: 27/06/2025
Jakarta, 27 Juni 2025—Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu`ti, menegaskan pentingnya penguatan literasi dan kemahiran berbahasa sebagai fondasi utama dalam pembangunan karakter dan pola pikir generasi muda. Ia menyampaikan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia tidak hanya berhenti pada aspek komunikasi, tetapi juga harus menanamkan logika berpikir, kemampuan menyusun argumen secara runtut, serta keadaban dalam berbahasa. Menurutnya, Bahasa Indonesia merupakan simbol kedaulatan budaya yang harus dijaga melalui pendidikan yang bermutu dan kolaboratif. Melalui dukungan dari Badan Bahasa, ia mendorong penguatan peran guru sebagai agen transformasi bahasa dan memperluas pembelajaran lintas disiplin. Hal ini agar penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dapat terserap di seluruh ekosistem pendidikan dan ruang publik. “Permasalahan yang kita hadapi saat ini bukan terletak pada ketidakmampuan membaca huruf, melainkan pada ketidakmampuan memahami makna dari bacaan tersebut. Inilah yang disebut sebagai fungsional reading, kemampuan untuk tidak hanya membaca, tetapi juga memahami dan memaknai isi bacaan secara utuh. Oleh karena itu, Trigatra Bangun Bahasa harus kita bangun bersama-sama, yaitu utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing,” ujar Abdul Mu’ti di Gedung A, Kantor Kemendikdasmen, Jakarta Pusat pada Selasa (24/6). Dalam upaya memperkuat peran strategis guru Bahasa Indonesia dalam menjaga kedaulatan bahasa negara, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) menggelar kegiatan bertajuk "Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia’’. Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk mempererat sinergi antara pemerintah dan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka pengembangan, pembinaan, serta pelestarian Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan identitas bangsa. Dalam kesempatan ini, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Hafidz Muksin, memaparkan bahwa hasil Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI) pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menunjukkan kemahiran berbahasa siswa masih berada di bawah standar minimal yang ditetapkan, yaitu pada tingkat semenjana untuk SMP, dan Madya untuk Tingkat SMA/SMK. Bahkan, sebagian siswa berada pada kategori marginal atau terbatas. Kondisi ini menjadi tantangan serius yang perlu segera direspons, terutama melalui peran aktif para guru Bahasa Indonesia sebagai garda terdepan dalam upaya peningkatan literasi. “Kami berharap dukungan dari guru Bahasa Indonesia dapat menjadi garda terdepan dalam upaya meningkatkan literasi siswa. Sejalan dengan itu, berbagai program telah kami laksanakan untuk memperkuat kemampuan literasi, meningkatkan kecakapan berbahasa, serta membangun pendekatan-pendekatan yang mendukung tumbuh kembangnya karakter bangsa dengan baik,” jelas Hafidz Muksin. Senada dengan itu, Ketua Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (AGBSI), Setio Wawan Adiatma, menyampaikan model kolaborasi formal yang dirancang oleh Kemendikdasmen guna memastikan keterlibatan aktif para guru Bahasa Indonesia dalam implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 2 Tahun 2025. Ia menekankan pentingnya peran organisasi profesi guru sebagai mitra kerja strategis di wilayah masing-masing untuk mendorong pelaksanaan kebijakan yang lebih efektif, kontekstual, dan berkelanjutan. Menurutnya, pelibatan guru secara langsung akan memberdayakan mereka sebagai agen perubahan dalam menegakkan martabat serta mengembangkan kegiatan kebahasaan dan kesastraan Indonesia di daerah. “Kami dari organisasi sebagai mitra kerja di wilayah kami masing-masing siap berkolaborasi. Hal ini untuk memastikan implementasi kebijakan yang lebih efektif, kontekstual, dan bisa memperdayakan guru sebagai agen perubahan dalam menegakkan martabat dan kegiatan bahasa Indonesia di daerah,” tegas Setiawan Adiatma. Di sisi lain, Ketua MGMP Jakarta Timur, Foy Ario, menyoroti permasalahan kekurangan tenaga pengajar di sekolah yang menyebabkan banyak guru, khususnya guru Bahasa Indonesia, harus mengajar sebanyak 36 hingga 45 jam pelajaran (JP) per minggu. Kondisi ini diperburuk oleh tingginya jumlah guru yang akan memasuki masa pensiun. Ia menegaskan bahwa peran guru Bahasa Indonesia melalui pemberdayaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia sangatlah penting, terutama dalam menanamkan dan mengajarkan keterampilan berbahasa kepada peserta didik. Ia berharap ke depannya pemerintah dapat terus memberikan dukungan terhadap MGMP, baik dalam bentuk fasilitasi penyediaan narasumber yang kompeten, maupun akses terhadap bahan ajar yang lebih beragam dan sesuai dengan kebutuhan zaman. “Badan Bahasa telah banyak memberikan masukan terkait bahan bacaan untuk siswa, terutama melalui penyediaan buku bacaan. Namun, saat ingin mengakses bahan-bahan tersebut masih terkendala oleh keterbatasan jaringan internet di sejumlah wilayah. Selain itu, peserta didik mulai merasa jenuh dengan bacaan yang didominasi oleh cerita rakyat. MGMP mengharapkan bahan bacaan yang lebih variatif bagi anak modern,” ujar Foy Ario. Salah satu tenaga pengajar Bahasa Indonesia SMK Negeri 3 Jakarta, Lilik Musyarofah, menyatakan dukungannya terhadap upaya pengembangan Bahasa Indonesia di lingkungan pendidikan. Ia menegaskan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia harus mencakup pemahaman kaidah bahasa secara menyeluruh, bukan sekadar kemampuan berkomunikasi. Menurutnya, pemahaman terhadap kaidah berbahasa akan membantu siswa menggunakan Bahasa Indonesia secara tepat dan bertanggung jawab. Ia berharap Badan Bahasa memberikan pelatihan, pembinaan, dan pengembangan keterampilan berbahasa tidak hanya bagi guru Bahasa Indonesia, tetapi juga kepada seluruh guru mata pelajaran. “Saya berharap MGMP Bahasa Indonesia mendapat dukungan penuh, baik dari dinas pendidikan ataupun kementerian dalam meningkatkan keterampilan berbahasa di lingkungan pendidikan,” ujar Lilik Musyarofah. Selanjutnya, guru Bahasa Indonesia SMK Negeri 11 Jakarta, menilai bahwa penguatan literasi di lingkungan pendidikan tidak hanya mencakup kemampuan membaca, tetapi juga pemahaman mendalam, kemampuan berpikir kritis, dan penyampaian gagasan secara sistematis. Menurutnya, berbicara dan membaca bukan hanya aktivitas teknis, melainkan juga proses untuk menyerap ilmu dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan bahasa yang tertata, santun, dan penuh empati. Ia berharap Bahasa Indonesia dapat terus dijunjung tinggi sebagai alat komunikasi yang beradab, baik di tingkat nasional maupun internasional. “Untuk itu perlu kolaborasi, kita bisa bekerja sama melalui MGMP Bahasa Indonesia demi memperkuat sinergi antarpendidik,” tutupnya. Penulis: Riska, Tim Badan Bahasa/Editor: Denty A.
Penulis: Denty Anugrahmawaty
Editor: Denty Anugrahmawaty