15/11/2025 04:54:02
Jakarta, Kemendikdasmen – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menegaskan pentingnya penataan guru berbasis data dan sistem meritokrasi dalam upaya pemerataan layanan pendidikan di seluruh Indonesia. Hal tersebut disampaikan saat membuka kegiatan Sosialisasi Kebijakan Redistribusi Guru ASN Daerah dan Pendidikan Inklusif Regional Jakarta tahap 2, yang dihadiri para kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, kepala BKD, serta perwakilan pemerintah daerah dari berbagai wilayah, di Jakarta, Selasa (11/11). Dalam sambutannya, Menteri Mu’ti menekankan bahwa kebijakan redistribusi guru dan penguatan pendidikan inklusif merupakan satu kesatuan untuk mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua sebagaimana amanat konstitusi dan visi Indonesia Emas 2045. “Kita ingin semua anak Indonesia, di manapun mereka berada, berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Mereka adalah anak-anak bangsa yang harus kita layani agar tumbuh menjadi generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045,” ujarnya. Menteri Mu’ti mengingatkan pentingnya keakuratan data dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Ia menyoroti masih adanya anomali dalam data pokok pendidikan (Dapodik), seperti sekolah rusak yang dilaporkan baik, hingga guru yang telah wafat namun masih terdaftar menerima tunjangan. “Mari kita buat data yang sejujur-jujurnya dan seakurat-akuratnya. Jangan sampai ada guru siluman yang bekerja tapi tidak terdata, atau data guru yang sudah wafat masih menerima tunjangan,” tegasnya. Ia juga menekankan perlunya sistem meritokrasi dalam redistribusi guru agar penempatan dilakukan berdasarkan kinerja dan kebutuhan riil, bukan karena kedekatan pribadi atau politik. “Redistribusi guru bukan semata administrasi, tapi bagian dari membangun sistem meritokrasi. Guru harus ditempatkan sesuai kebutuhan dan kinerjanya, bukan berdasarkan kedekatan,” ujarnya. Menurutnya, kebijakan redistribusi guru bukanlah pergantian arah semata karena perubahan pimpinan, tetapi bagian dari langkah strategis untuk memastikan pemerataan dan keadilan pendidikan. “Kebijakan redistribusi ini bukan kebijakan asal ganti menteri, tapi langkah menuju pendidikan bermutu untuk semua dan layanan pendidikan yang inklusif serta berkeadilan,” tambahnya. Selain redistribusi guru, pemerintah juga memperkuat kebijakan pendidikan inklusif agar anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan hak belajar yang sama. Guru yang kekurangan jam mengajar akan diberi kesempatan menjadi guru pendidikan khusus yang akan fokus memberikan layanan pembelajaran bagi murid berkebutuhan khusus jika yang bersangkutan berlatar belakang S1 PLB atau yang sudah mengikuti pelatihan berjenjang tingkat mahir. “Guru yang kekurangan jam mengajar juga bisa mendapatkan tugas tambahan sebagai koordinator pembelajaran pendidikan inklusif, dan tugas itu tetap dihitung dalam beban kerjanya. Ini bukan menambah beban, tapi memperluas makna pengabdian,” jelas Menteri Mu’ti. Ia juga menyoroti kendala kultural yang masih menghambat pelaksanaan pendidikan inklusif, seperti pandangan negatif terhadap anak berkebutuhan khusus dan kasus perundungan di sekolah. “Masih ada orang tua yang enggan anaknya belajar bersama anak berkebutuhan khusus. Padahal semua anak adalah makhluk Tuhan yang mulia. Pendidikan inklusif harus dimulai dari perubahan budaya,” ujarnya. Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG), Nunuk Suryani, melaporkan bahwa kebijakan redistribusi guru ASN Daerah (ASND) dan pendidikan inklusif dijalankan sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 1 Tahun 2025 dan Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kepmendikdasmen) Nomor 82 Tahun 2025. Redistribusi guru kini dilakukan dua kali setahun (April dan November), berbasis aplikasi digital Ruang SDM, yang telah digunakan oleh 132 pemerintah daerah dan 10 yayasan pendidikan. “Redistribusi guru dan pendidikan inklusif adalah dua kebijakan yang saling melengkapi: yang satu memastikan pemerataan tenaga pendidik, yang satu menjamin kesetaraan kesempatan belajar,” ujar Dirjen Nunuk. Ia menambahkan, hingga Desember 2024, kekurangan guru nasional tercatat 374.154 orang, sementara terdapat kelebihan 62.764 guru ASN dan 166.618 guru non-ASN di sejumlah daerah. Tahun depan, pemerintah juga akan melatih 18.000 guru pendamping khusus melalui fasilitator nasional yang telah disiapkan. Menutup sambutannya, Menteri Mu’ti mengatakan bahwa redistribusi guru dan pendidikan inklusif akan memperkuat fondasi layanan pendidikan di seluruh Indonesia. “Aturan ini dibuat untuk kepentingan yang lebih besar, memastikan pendidikan bermutu untuk semua, memberikan layanan inklusif yang berkeadilan, serta menjamin para guru mendapatkan haknya sebagaimana mestinya,” pungkasnya.*** (Penulis & Fotografer: Rayhan, Tim Ditjen GTKPG/Editor: Denty A., Seno H.)