Diterbikan pada: 22 Mei 2025
Jakarta, 22 Mei 2025 - Peran ekosistem perbukuan nasional semakin strategis dalam mendukung pemerataan akses buku anak yang bermutu. Sekolah, pemerintah daerah, perpustakaan desa, dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) kini semakin aktif dalam pengadaan dan pemanfaatan buku anak yang relevan dengan konteks lokal. Penguatan ekosistem ini turut mempercepat reformasi perbukuan nasional yang bertujuan menjamin ketersediaan buku bacaan yang berkualitas, terjangkau, dan merata hingga ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Kepala Pusat Perbukuan (Pusbuk) BSKAP Kemendikdasmen, Supriyatno, menyatakan bahwa penguatan ekosistem perbukuan di daerah merupakan kunci keberhasilan reformasi nasional. “Kolaborasi antara pemerintah daerah, sekolah, penerbit lokal, komunitas literasi, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan buku bacaan yang tersedia benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak di berbagai wilayah,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk Buku Anak Bermutu di Indonesia: Tantangan dan Peluang, yang diselenggarakan oleh Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), kemitraan pendidikan antara pemerintah Australia dan Indonesia, di Jakarta, Rabu (21/5). Lebih lanjut, ia mengatakan, “Kami (Pusbuk) sangat mengapresiasi kolaborasi dengan INOVASI, IKAPI, Pemerintah Daerah, dan pelaku perbukuan, tujuannya untuk meningkatkan ekosistem perbukuan di Indonesia yang sehat”. Kemendikdasmen mendorong penguatan ekosistem perbukuan melalui pendekatan holistik yang mencakup keberagaman bahasa dan konteks lokal, partisipasi penulis dan ilustrator daerah, serta dukungan aktif dari guru, TBM, dan perpustakaan. Kemendikdasmen bersama Program INOVASI tengah memfasilitasi lahirnya peraturan daerah tentang perbukuan dan literasi di Provinsi Kalimantan Utara dan Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta peraturan bupati di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Upaya ini bertujuan mengatasi tantangan mendapatkan naskah, pencetakan dan penerbitan, distribusi buku anak berkualitas, khususnya di wilayah 3T, yang selama ini masih terkendala oleh harga tinggi, distribusi tersentralisasi, ketidaksesuaian isi buku dengan kemampuan membaca anak, serta minimnya sumber daya lokal. Salah satu langkah strategis yang telah diambil Kemendikdasmen untuk memperkuat tumbuhnya ekosistem perbukuan daerah, adalah percepatan proses penilaian buku dari semula 12 bulan menjadi hanya tiga bulan. “Hal ini dimungkinkan berkat digitalisasi proses pengajuan dan penyederhanaan dokumen administratif, yang memberikan ruang lebih besar bagi penulis dan penerbit lokal untuk terlibat,” jelas Supriyatno. Sejumlah praktik baik mulai menunjukkan hasil dari penguatan ekosistem perbukuan. Di berbagai daerah, TBM terbukti berhasil menumbuhkan minat baca anak. Sekolah juga mulai memanfaatkan platform Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah) untuk pembelian buku secara lebih transparan dan efisien. Beberapa kabupaten bahkan telah menetapkan anggaran khusus untuk pengadaan buku bacaan anak yang berkualitas. Temuan studi dari Program INOVASI menegaskan pentingnya ketersediaan buku bacaan yang tepat. Sri Widuri, Direktur Program INOVASI, mengungkapkan bahwa 85% siswa kelas awal SD memiliki minat baca tinggi. Namun, 68% koleksi buku di sekolah masih buku teks. Ketidaksesuaian jenis buku dengan minat anak dapat menghambat peningkatan keterampilan literasi. Studi INOVASI terhadap hampir 5.000 siswa menunjukkan bahwa penyediaan buku anak yang tepat, jika disertai pelatihan guru, mampu meningkatkan skor literasi hingga 25%. Diskusi publik ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan strategis di bidang perbukuan, termasuk pemerintah, penerbit, distributor, pegiat literasi, akademisi, penulis, dan ilustrator. Diskusi publik ini juga dihadiri oleh Ibu Laila Yudiati, Senior Program Manager Basic Education Unit, Kedutaan Besar Australia di Jakarta, serta Arys Hilman Nugraha, Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Arys Hilman Nugraha, mengapresiasi langkah Kemendikdasmen yang sedang mendorong hadirnya peraturan di tingkat daerah untuk mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Ia menegaskan bahwa meskipun undang-undang telah mengatur kebijakan di tingkat nasional, peraturan di daerah tetap dibutuhkan untuk pelaksanaannya. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan menjadi payung hukum bagi tumbuhnya ekosistem perbukuan nasional. Undang-undang ini mengatur secara menyeluruh proses penulisan, penerbitan, pengadaan, hingga distribusi buku. Selain itu, UU ini mendorong keterlibatan aktif pemerintah pusat dan daerah, penerbit, serta masyarakat dalam menjamin ketersediaan buku yang bermutu, terjangkau, dan sesuai dengan kebutuhan pembaca. Dengan implementasi yang konsisten, UU tersebut dapat menjadi landasan yang kuat untuk memperkuat budaya literasi dan meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Dengan ekosistem perbukuan yang terus diperkuat, diharapkan setiap anak Indonesia, di mana pun mereka tinggal, dapat mengakses buku bacaan yang bermutu, relevan, dan mampu menginspirasi masa depan mereka. Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Laman: kemendikdasmen.go.id X: x.com/Kemdikdasmen Instagram: instagram.com/kemendikdasmen Facebook: facebook.com/kemendikdasmen YouTube: KEMDIKDASMEN Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemendikdasmen.go.id Siaran Pers Kemendikdasmen: kemendikdasmen.go.id/pencarian/siaran-pers #PendidikanBermutuuntukSemua #KemendikdasmenRamah
Sumber: Siaran Pers Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor: 229/sipers/A6/V/2025
Penulis: Denty Anugrahmawaty
Editor: Denty Anugrahmawaty
BSKAP
Dinas Pendidikan
Sastrawan
Pegiat Literasi
Wajib Belajar 13 Tahun dan Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Pemenuhan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Pendidikan