Temukan informasi tentang Kemendikdasmen, struktur organisasi, dan regulasi
Informasi Profil Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
Temukan kabar, siaran pers, pengumuman, dan dokumentasi resmi dari Kemendikdasmen
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
Informasi Umum
Beranda
Button Icon
Button Icon
PPID
Button Icon Beranda
Button Icon Profil
Temukan informasi tentang Kemendikdasmen, struktur organisasi, dan regulasi
Button Icon
Button Icon
Button Icon Publikasi
Temukan kabar, siaran pers, pengumuman, dan dokumentasi resmi dari Kemendikdasmen
Button Icon PPID
Guru Bahasa Daerah Semakin Berkurang: Butuh Kolaborasi dan Ruang Kreativitas Murid

Diterbitkan pada: 30/06/2025

Bagikan:

Gambar Siaran Pers

Padang, 26 Juni 2025 - Pentingnya pelestarian bahasa daerah di tengah arus globalisasi yang semakin kuat sangat memengaruhi generasi muda. Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikdasmen, Hafidz Muksin, dalam dialog khusus di TVRI Sumatera Barat, bersama Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Rahmat, serta dua pelestari bahasa Minangkabau, Matron Masdison dan Jawahir, yang turut memberikan pandangan mendalam terkait dinamika dan tantangan revitalisasi bahasa daerah.

"Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa, namun bahasa daerah adalah identitas budaya dari satu wilayah yang tidak boleh hilang. Kita menghadapi situasi serius: dari 718 bahasa daerah, banyak yang sudah berada di kategori kritis dan terancam punah. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya melestarikan bahasa daerah melalui program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD)," ujar Hafidz.

Hafidz menjelaskan bahwa kemunduran Bahasa daerah itu disebabkan oleh banyak faktor, antara lain penutur jati bahasa daerah banyak yang kurang memiliki kebanggaan dan tidak lagi menggunakan bahasa daerah mereka, dan minimnya pewarisan bahasa daerah ke generasi penerus. Faktor tersebut tentu berdampak terhadap khazanah kekayaan, pemikiran, dan pengetahuan akan bahasa daerah tersebut.

Menurut Hafidz, program RBD telah dimulai sejak 2021 hingga tahun 2024 telah dilakukan revitalisasi terhadap 114 bahasa daerah. Termasuk bahasa Minangkabau yang dilakukan revitalisasi dengan Model A, yang tergolong daya hidupnya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat. Pendekatan juga dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah. Untuk itu, ia menekankan bahwa keberhasilan program tersebut sangat bergantung pada kesiapan dan peran guru di sekolah.

“Masih banyak guru yang bisa bicara bahasa Minangkabau, namun karena bukan guru hahasa daerah sehingga perlu peningkatan dan kemampuan agar bisa mengajarkannya. Jadi bukan hanya anak-anak yang direvitalisasi, tetapi gurunya harus diberdayakan. Pelibatan praktisi budaya dan sastra agar pembelajarannya hidup dan tidak kaku,” tegas Hafidz.

Ia juga mengajak pemerintah daerah untuk menciptakan ruang-ruang kreatif bagi anak, seperti lomba berpantun, pementasan badendang, atau festival cerita rakyat Minang, agar mereka punya pengalaman berbahasa daerah secara menyenangkan dan bermakna.

Bahasa Daerah Terancam di Kota dan di Tempat Mayoritas Penuturnya

Kepala Balai Bahasa Sumbar, Rahmat, menjelaskan bahwa pelestarian tidak hanya perlu dilakukan di daerah yang minim penutur, tetapi justru di daerah-daerah dengan jumlah penutur tinggi, seperti Sumatera Barat. Hal ini karena sikap positif masyarakat terhadap bahasa daerah cenderung menurun, bahkan di daerah asalnya sendiri.

“Kami bangga di Sumatera Barat sudah dilaksanakan program hari berbahasa daerah. Ini patut didukung karena menjadi ruang konkret untuk melatih dan menjaga kelestarian bahasa Minang,” kata Rahmat.

Sementara itu, Budayawan Matron Masdison menyoroti persoalan lain: kurangnya bahan ajar yang relevan dan berkualitas untuk anak sekolah. Banyak cerita atau materi yang digunakan tidak kontekstual, bahkan tidak layak bagi siswa sekolah dasar.

“Pernah ada anak SD disuruh baca cerita tentang pembunuhan atau nikahan dini. Materinya tidak sesuai. Padahal kita butuh cerita lokal yang membumi, seperti dongeng Minang, pantun, atau dendang,” ujar Matron.

Ia juga menekankan bahwa bahasa daerah tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga medium nilai-nilai luhur. Misalnya, pantun Minang yang memiliki keterkaitan erat antara sampiran dan isi, berbeda dengan pantun Melayu lainnya.

Menurutnya program yang dilaksanakan oleh Badan Bahasa sudah bagus untuk menekan kepunahan bahasa daerah, namun diperlukan kesadaran seluruh pihak termasuk pemerintah daerah.

Dukungan Kongkret Semua Pihak

Pelestari budaya, Jawahir, menuturkan bagaimana lingkungan tempat tinggalnya menjadi laboratorium bahasa Minang bagi anak-anak. Ia bersama warga lain membentuk ruang bermain dan belajar berpantun serta berdendang agar anak-anak tetap mencintai bahasa ibunya.

“Saya ibu rumah tangga, tapi saya dukung penuh pelestarian bahasa daerah. Anak-anak kami bisa badendang, berpantun dengan senang dan gembira. Di kota pun ini bisa dilakukan meskipun lingkungan kita heterogen,” ujarnya.

Di akhir acara, Hafidz Muksin kembali menekankan bahwa pelestarian bahasa daerah bukan hanya soal teknis, tetapi soal kesadaran, kolaborasi, dan tanggung jawab sosial.

“Bahasa bukan hanya alat bicara, tapi cara berpikir, merasakan, dan mewariskan nilai. Kita perlu dukungan semua pihak: guru, orang tua, budayawan, sastrawan, pemerintah daerah dan media massa. Hanya dengan itulah kita bisa mencegah punahnya warisan bahasa kita sendiri,” pungkasnya.

.

Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat

Sekretariat Jenderal

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah

 

Laman: kemendikdasmen.go.id

X: x.com/Kemdikdasmen

Instagram: instagram.com/kemendikdasmen

Facebook: facebook.com/kemendikdasmen

YouTube: KEMDIKDASMEN

Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikdasmen.go.id

Siaran Pers Kemendikdasmen: kemdikdasmen.go.id/main/blog/category/siaran-pers

 

#PendidikanBermutuuntukSemua

#KemendikdasmenRamah

 

Penulis: Ririn Ramandani

Editor: Denty Anugrahmawaty

Berita Terkait